Laporan UNDP Menyorot Kisah Terlupakan Perubahan Iklim
Sisi lain dari perubahan iklim: mengapa Indonesia harus melakukan penyesuaian untuk melindungi rakyat termiskin.
Download English | Indonesia
Jakarta, 27 November 2007 – Indonesia jatuh ke dua sisi garis pemisah besar pemanasan global, baik sebagai penyebab maupun sebagai korban , diutarakan oleh suatu laporan UNDP disini pada hari ini. Perdebatan mengenai kontribusi Indonesia pada perubahan iklim, terutama dalam penggundulan hutan yang cepat dan kebakaran hutan yang dramatis, mengecilkan arti bagian lain dari kisah ini. Jutaan kaum miskin di Indonesia di komunitas rawan menghadapi risiko kekurangan layanan kesehatan, jaminan pangan dan akses air bersih, menurut publikasi berjudul Sisi lain dari perubahan iklim: mengapa Indonesia harus melakukan penyesuaian untuk melindungi rakyat termiskin.
Diluncurkan menjelang suatu konferensi dunia perubahan iklim di Bali, laporan ini memberikan gambaran suram mengenai dampak pemanasan global pada usaha Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan, tapi juga memberikan cetak biru nasional untuk mengatasi dampak tersebut.
Laporan membawa suara komunitas rawan, menyorot hubungan antara perubahan iklim dan kemiskinan dan menggarisbawahi pentingnya kita mendukung upaya masyarakat untuk menyesuaikan diri pada tantangan yang menanti.
“ Sementara iklim berubah kitapun harus berubah – dengan cepat pula,” laporan mengingatkan.
Di Indonesia, dampak perubahan iklim akan paling terasa oleh orang miskin. Indonesia yang merupakan salah satu negara di dunia yang paling sering kena bencana, kini menghadapi pengaruh kemarau, banjir dan badai yang mengiringi gangguan dalam produksi pertanian. Penghidupan petani dan nelayan berada dalam pertaruhan. Di beberapa wilayah penyakit yang terbawa nyamuk seperti demam berdarah dan malaria sudah banyak menyebar dan kekurangan gizi anak-anak meningkat sebagai akibat dampak perubahan iklim pada hampir 40 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan.
“Perubahan iklim mengancam akan menyabot perjuangan Indonesia melawan kemiskinan,” menurut Håkan Björkman, Direktur UNDP untuk Indonesia. “Orang miskin di seluruh Indonesia sudah dilanda cukup banyak persoalan. Dampak perubahan iklim akan makin menambah tekanan pada mekanisme penanggulangan yang sudah memikul beban lebih.”
Dari kiri ke kanan, Wimar Witoealar, moderator; Hakan Bjorkman, Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia; Masnellyarti, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan; Emil Salim, Badan Penasehat PBB untuk Pembangunan yang Berkelanjutan; Effendy Sumardja, Penasehat Senior (pensiunan) Kementrian Lingkungan Hidup, and Chair of Poverty and Climate Change Report Team; Binny Buchory, Aktifis NGO dan Direktur Eksekutif Perkumpulan PraKarsa
Walaupun mungkin tidak mengenal istilahnya, banyak komunitas yang sudah berpengalaman panjang dalam melakukan penyesuaian. Penduduk di wilayah banjir, misalnya, sudah mulai membangun rumahnya diatas panggung. Petani di wilayah kemarau sudah belajar mendiversifikasi sumber pendapatan mereka dengan melakukan budidaya tanaman yang lebih tahan, misalnya, dan mengoptimalkan penggunaan air yang langka, bahkan mengungsi sementara sambil mencari penghidupan di tempat lain. Tugas kita sekarang adalah untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu tradisional – membantu orang melindungi penghidupannya dan mengurangi kerawanan mereka.
Laporan ini memberi fokus pada topik prioritas dalam penyesuaian pada perubahan iklim. Petani harus mempertimbangkan makin banyak jenis tanaman, disamping pengelolaan air lebih baik dan penyimpanannya – didukung oleh ramalan yang lebih tepat dan relevan yang akan membantu mereka menjadwalkan masa tanam dan masa panen. Orang yang menghadapi permukaan air laut yang makin tinggi dapat memilih untuk melindungi diri melalui tanaman mangrove, pindah ke tempat yang lebih jauh dari pantai, atau melakukan akomodasi dengan berpindah mata pencaharian.
“ Penyesuaian bukan hanya semboyan disini,” kata Mr Bjorkman. “orang di Indonesia sudah menyesuaikan pada perubahan yang berlangsung.”
Sisi lain perubahan iklim menekankan bahwa semua upaya ini perlu digabungkan dengan ‘smart management’ terhadap bencana. Daripada sekedar bereaksi setelah terjadi bencana, kita perlu bertindak untuk mengurangi risiko dan mempersiapkan diri sebelum bencana itu terjadi, demikian menurut Laporan. Perubahan iklim makin mengharuskan hal ini.
Penyesuaian pada skala dan jumlah sebesar ini secara nyata melebihi apa yang selama ini kita kenal sebagai masalah lingkungan. Semua cabang pemerintahan dan perencanaan nasional harus mempertimbangkan perubahan iklim dalam penyusunan program mereka – pada masalah yang sangat berbeda seperti pengentasan kemiskinan, jaminan pangan, kebijaksanaan pertanian, pengelolaan air, pengendalian penyakut dan perencanaan kota. Namun ini bukan merupakan tugas pemerintah pusat saja. Ia harus merupakan upaya nasional melibatkan pemerintah daerah, komunitas, dan organisasi non-pemerintah, di samping sektor swasta.
Indonesia juga harus bisa mengandalkan dukungan internasional – bukan hanya untuk mengurangi pengaruh perubahan iklim tapi juga untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk membantu rakyat termiskin yang akan menghadapi bagian terbesar kondisi cuaca yang paling kacau dan ekstrim.
Tapi seperti disimpulkan oleh laporan, pada akhirnya satu-satunya cara bagi kita semua untuk melakukan penyesuaian pada perubahan iklim adalah dengan beralih pada bentuk pembangunan yang lebih berkesinambungan – belajar hidup dengan cara yang lebih harmonis dan menghormati lingkungan alam.
* * *